Kajian Subuh PMI Dea Malela Sumbawa – Ustadz Adi Hidayat

Posted on

Bapak dan Ibu sekalian, sangatlah menggembirakan bisa meningkatkan ibadah subuh pertama di masjid yang Insya Allah diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di tempat yang luar biasa. Saya izin Profesor, saya dan tim, tiba di sana sedikit setelah pukul 4 pagi. Saya mendengar bahwa mereka sudah sampai pada surah ke-14 sebelum Ibrahim. Kemudian saya mendengar ayat 37, dan sebelum salat Subuh berakhir, mereka telah mencapai ayat ke-10 di surah ke-15 Al-Hijr. Terdapat korelasi menarik antara ayat tersebut dengan letak Pesantren ini.

Ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membawa putranya yang baru saja lahir, Ismail Alaihissalam, bersama ibunya, Sayyidah Hajar Alaihissalam, tempat ini menjadi tempat bersejarah yang penting. Dalam pandangan manusia secara geografis, tempat ini mungkin dianggap biasa saja secara sosial. Namun, Allah menempatkan Nabi Ismail dan ibunya, Sayyidah Hajar, di tempat yang memiliki sifat istimewa.

Mari kita tinjau pernyataan Anda, di mana Nabi Ibrahim berjanji untuk memberikan segala sesuatu yang diperlukan. Pernyataan Rabb (yang berarti Tuhan) ini mengandung sifat Rububiyah, yang melibatkan komitmen antara Allah sebagai Pencipta dengan hamba-Nya sebagai makhluk-Nya, bahkan sejak dalam kandungan. Jika kita mengingat kalimat pertama yang kita ucapkan sebelum lahir ke dunia ini, yaitu saat roh kita mulai ditiupkan pada usia 4 bulan dalam kandungan, dalam hadis yang sangat singkat, disebutkan bahwa roh itu ditiupkan. Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda di dalam Al-Quran, surah ke-7 ayat 172.”

Saat roh ditiupkan, terjadi perjanjian komitmen antara kita sebagai hamba yang belum lahir dari rahim ibu kita dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada saat roh pertama kali ditiupkan, komitmen pertama Allah adalah, “Apakah engkau akan berkomitmen menjadikan Aku sebagai Tuhanmu yang dipilih?” Dalam ayat ini, kata-kata Rabbu, Rubbana, dan Rabbikum mengandung arti perawatan, perlindungan, pemenuhan kebutuhan, perhatian, pengampunan dosa, dan memberikan apa yang diperlukan sesuai dengan manfaatnya. Hanya dalam kata Rubb, sifat Mubalaghah (superlatif tanpa batas) tercantum di dalamnya. Tidak ada kematian, kelelahan, atau kantuk dalam sifat Rubb. Oleh karena itu, kalimat pertama yang Allah sampaikan adalah, “Apakah engkau mau berkomitmen menjadikan Aku sebagai Tuhanmu yang akan merawatmu, membimbingmu, mengampuni kesalahanmu, dan memberikan semua kebutuhanmu dengan kasih sayang serta memberikan petunjuk agar kembali kepada-Ku?”

Ketika kita melakukan kesalahan, tidak ada jawaban lain selain berkata, “Ya Allah, aku menerima itu” tanpa berpikir. Kita tidak memiliki alasan untuk menolak bala, karena itu adalah perkara yang umum. Jadi, saat saya merujuk ke Al-Quran, surah ke-14 ayat 37, seolah-olah Nabi Ibrahim ingin membawa kembali pengertian tentang Tuhan. Untuk mengaktifkan perjanjian beliau dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia akan berkata, “Ya Allah, Engkau yang menjanjikan akan merawat kami, Engkau yang menjanjikan akan memenuhi kebutuhan kami, Engkau yang menjanjikan akan memudahkan semua jalan hidup kami, Engkau yang menjanjikan akan membimbing kami menuju kemudahan dalam meraih Ridha-Mu.” Dengan semua janji dan komitmen itu, saya berharap, ya Allah, keturunan saya yang akan ditempatkan di tempat yang tandus ini, bahkan tanaman tidak tumbuh di sana, namun dengan kekuasaan Rububiyah-Mu, saya yakin tempat ini akan menjadi subur, makmur, dan penuh dengan rahmat-Mu. Itulah sebabnya setiap kali kita meminta dalam Al-Quran, kita menggunakan kata ‘Robbana’ untuk mengingat perjanjian itu. “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat” dan seterusnya. Namun, yang paling menarik adalah kalimat yang harus kita catat, yaitu kapan anugerah Allah akan diturunkan, kapan berkah itu akan dicurahkan oleh-Nya, dan kapan semua kebutuhan akan dipenuhi dengan cepat.

Pernyataan yang paling penting yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa tempat yang tandus, di mana tanaman hampir tidak tumbuh dan jarang dikunjungi orang, serta kehidupan yang sangat terbatas sebelum kedatangan Nabi Ismail Alaihissalam dan ibunya, diubah oleh kehadiran sifat Rububiyah Allah yang sempurna menjadi tempat yang diberkati dan terus berlanjut hingga saat ini. Tempat ini dikenal sebagai Mekkah Al Mukarramah. Hingga saat ini, keturunan Nabi Ismail itu, yakni keturunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, adalah generasi ke-29 dan menurunkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, satu-satunya Nabi dan Rasul yang lahir di dekat Ka’bah. Itulah mengapa doanya, doa Nabi Ismail bersama kakeknya dan ayahnya, Nabi Ibrahim Alaihissalam, terdapat dalam Al-Baqarah ayat 129, “Ya Tuhan kami, utuslah di antara mereka seorang Rasul.”

Dari berkah yang luar biasa ini, tidak hanya tumbuh tanaman dan masyarakat yang berkembang menjadi komunitas, tetapi juga lahir seorang nabi istimewa yang akan membimbing umat manusia hingga akhir zaman. Satu-satunya nabi yang lahir di dekat Ka’bah dan di tengah masyarakat itu adalah Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. Dan itu adalah keturunan ke-29 dari Nabi Ismail Alaihissalam.

Jadi kalau kita Urutkan : Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, Abdullah bin Abdul Muthalib Bin Hasyim bin Abdumanaf bin Khushay bin Murra bin Kilab binkam bin Khalid Bin Sihir bin Malik bin Nadhar bin Kinana bin Khuzaima bin Mudrika bin Ilyas bin Nizar bin Mudar bin Ma’ad bin Adnan bin Adh bin Muqawim bin Nah Wur bin Ya Rabbin Yasjub bin Nabib bin Ismail Alaihi Salam, adalah garis keturunan yang memimpin kepada sosok yang menginspirasi dan penuh keberkahan. Tempat-tempat yang dekat dengan pusat-pusat spiritual memiliki potensi untuk menciptakan hubungan yang erat dengan Allah, seperti yang terlihat dalam kasus Malela, sebuah tempat dengan bukit yang hijau dan akses yang sulit.

Tempat yang didekatkan dengan baik memiliki keberkahan dan menumbuhkan individu yang istimewa, yang dekat dengan Allah. Saat kita berada di sekitar Pesantren, terdapat tempat yang memperkuat hubungan kita dengan Allah, yaitu Masjid Bait. Masjid Bait, terdiri dari dua bagian, yang satu secara langsung mengacu pada Ka’bah, yang merupakan pusat kemuliaan, sedangkan yang lain adalah Masjid yang mencerminkan pancaran kemuliaan dari Ka’bah.

Dalam konteks ini, kita memperhatikan pusat ilmu di sekitar kita, tempat di mana adik-adik kita belajar. Tempat ini adalah tempat pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ketika dia tiba di Yatsrib. Masjid memiliki tiga fungsi yang dibagi oleh Nabi: fungsi spiritual, ekonomi, dan intelektual.

Fungsi spiritual masjid berperan dalam meningkatkan ibadah dan pengabdian kepada Allah. Fungsi ekonomi terkait dengan distribusi zakat, infaq, dan shodaqoh kepada yang membutuhkan. Sedangkan fungsi intelektual terletak di bagian suffah dan sisi kanan masjid, di mana Nabi mendidik para pelajar untuk menjadi agen masa depan umat.

Hal yang menarik adalah Nabi memilih untuk menempatkan pendidikan di dalam masjid. Ini karena Alquran menyimpan rahasia besar yang menghubungkan antara peningkatan spiritual dengan peningkatan intelektual dalam diri manusia. Bentuk manusia, ketika diciptakan oleh Allah, terdiri dari tiga bagian.

Pertama, ada bagian jasmani yang terbentuk dalam 40 hari pertama dari perpaduan sperma dan ovum. Kedua, ada bagian akal yang merupakan fungsi intelektual manusia. Jasmani akan dibimbing oleh akal, semakin tinggi ilmu dan wawasan seseorang, semakin kuat fisiknya. Namun, jika ilmu yang dimiliki rendah, maka tugas fisik akan terasa berat.

Dalam kesimpulannya, artikel ini menyoroti pentingnya kedekatan dengan Allah dan peran masjid dalam pendidikan. Tempat-tempat yang dekat dengan pusat-pusat spiritual memiliki potensi untuk menciptakan hubungan yang erat dengan Allah. Masjid Bait memiliki tiga fungsi penting, yaitu spiritual, ekonomi, dan intelektual. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam memilih untuk mendirikan tempat pendidikan di dalam masjid, menggambarkan keterkaitan antara peningkatan spiritual dan intelektual dalam diri manusia.