Menyikapi Orang Tua yang Non Muslim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pada tahun 2016, saya memutuskan untuk menjadi mualaf dan Alhamdulillah hingga tahun 2022, belum ada kejelasan dari keluarga besar saya dalam menerima keputusan saya. Kemarin, pada tahun 2022, Papa saya menghubungi saya dan mengatakan bahwa beliau menerima saya, suami saya, dan anak-anak saya.
Alhamdulillah, itu semua menjadi berkah. Namun, pada tahun 2023, Papa saya meminta saya untuk datang ke rumahnya saat Tahun Baru Cina. Saat itu, saya bertengkar dengan suami saya karena suami saya mengatakan bahwa tidak boleh melakukan perayaan tersebut. Akhirnya, pertengkaran pun pecah dan sekarang Papa saya marah dan mengucapkan kata-kata yang menyinggung, sehingga saya terlibat pertengkaran serius dengan suami.
Sebenarnya, bagaimana seharusnya saya bertindak, Ustadz? Saya merasa seharusnya kita sudah bisa membangun hubungan yang baik dengan keluarga saya sejak awal, namun tampaknya hal itu belum terjadi. Saya sudah melakukan tahajud dan salat istikharah, namun belum ada jawaban.
Yang pertama, semoga Allah melunakkan hati kita semua, baik Anda, suami, maupun keluarga kita. Dengan kelembutan hati, kita bisa lebih dekat dengan Allah dan menjalankan hubungan kita dengan baik dan mulia.
Dalam Quran Surah Luqman ayat 14 dan 15, terutama ayat 15, terdapat korelasi yang tinggi. Allah menekankan pentingnya berbakti sepenuh hati kepada kedua orang tua kita. Jika Anda merasa ada hal yang tidak ideal dan ingin menunjukkan ketidakpuasan, renungkanlah terlebih dahulu bagaimana ibu Anda melakukan pengorbanan yang luar biasa untuk Anda.
Visualisasikan dalam benak kita betapa beratnya perjuangan ibu yang mengandung kita, merasakan kesulitan dan penderitaan, dan bagaimana dia menjalani hidupnya dengan mengorbankan segalanya untuk kita. Ketika Anda ingin marah, Allah mengajarkan untuk berpikir terlebih dahulu. Jika Anda ingin mencela atau mengekspresikan ketidakpuasan karena sikap yang tidak menyenangkan, renungkanlah terlebih dahulu bagaimana ibu Anda memberikan segalanya kepada kita.
Ayat 15 juga menyebutkan bahwa jika Anda memiliki perbedaan keyakinan dengan orang tua Anda, dan ada indikasi bahwa mereka memaksa Anda untuk kembali kepada keyakinan mereka yang berbeda (misalnya, melakukan perbuatan musyrik atau menyembah selain Allah), tampilkanlah dengan lembut bahwa Anda memiliki keyakinan yang berbeda, tetapi jangan sampai perbedaan itu memutuskan hubungan Anda dengan keluarga dalam hal urusan dunia. Tetaplah mendampingi dan berbuat baik kepada ayah dan ibu Anda dengan perilaku terbaik yang Anda miliki.
Bagaimana caranya? Nanti akan dijelaskan dalam hadis-hadis Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ketika seseorang sakit, Anda menjenguknya, saat ada kelebihan rezeki, Anda mengirimkan makanan, saat ada masa sulit, Anda mengunjunginya, saat ada doa yang harus dikirimkan, Anda mendoakannya, dan memberikan pelayanan terbaik.
Ketika orang tua bertanya, mengapa Anda berubah seperti ini, katakanlah bahwa Islam yang mengajarkan Anda untuk berbakti kepada ibu, meskipun Anda memiliki perbedaan keyakinan. Tampilkanlah itu dalam tindakan, seperti yang dilakukan Amr Bin Yasir saat ibunya mogok makan, beliau memijatnya, beliau datang kepadanya dengan pelayanan terbaik. Bagaimana jika ada situasi tertentu, seperti hari raya agama lain? Idealnya, hindarilah jika memungkinkan, namun jika tidak dapat dihindari dan ada potensi bahaya jika tidak menghadirinya, arahkan niat Anda untuk beribadah dan hindari terlibat dalam aspek keagamaannya.
Misalnya, kunjungilah untuk silaturahim, tunjukkan kebaikan, tetapi jangan ikut serta dalam kegiatan yang berkaitan dengan keyakinan mereka. Hal ini juga dijelaskan dalam Quran Surah Al-Imran ayat 27 hingga 29, bahwa kita tidak boleh berbuat baik pada orang tua jika mereka memaksakan kita untuk melakukan perbuatan musyrik.
Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam era media sosial, kita sering melihat situasi seperti ini, terutama saat ada perbedaan keyakinan. Pada akhirnya, apa yang terjadi adalah mencari pembenaran dan debat, padahal yang lebih dianjurkan adalah mencari pemahaman dan mengambil hikmah dari setiap situasi.
Jadi, mulailah dengan kelembutan, jangan ragu untuk meminta maaf, teleponlah ayah dan ibu Anda, minta maaf jika Anda melakukan kesalahan. Berikan perhatian, rawatlah dan didiklah mereka dengan baik. Bawakanlah makanan dan minuman, berbuat baik dalam kebaikan. Doakan mereka setiap malam, minta maaf jika ada kesalahpahaman.
Jika Anda tidak hadir di momen perayaan agama mereka, bukan untuk menghindari hal yang baik dalam perayaan tersebut, tetapi karena Anda belum menerima informasi secara utuh. Terimalah jika mereka marah, biarkan keluar semua perasaan tersebut, karena setelah itu, hanya ada kebaikan. Jika ada seseorang yang marah, biarkanlah, saya memiliki teman di Tripoli yang memasuki supermarket dan orang tersebut marah, tetapi pada hari berikutnya tidak ada kemarahan lagi.
Ketika Anda mengetahui akibat yang parah, itu tidak akan membawa kebaikan bagi kita. Kita juga bisa membayangkan bagaimana Nabi hidup di tengah-tengah orang-orang Nasrani dan Yahudi. Anda pernah mendengar tentang Imam Ahmad bin Hambal? Beliau tinggal di lantai atas di atas seorang pastor dan di bawahnya ada toilet.
Kisah nyata ini menunjukkan apa yang terjadi saat Imam Ahmad sakit. Beliau tahu bahwa si pastor di bawahnya sedang mengalami kebocoran di tempat tinggalnya. Beliau bertanya kenapa tidak memberitahunya. Si pastor menjawab bahwa jika beliau bisa menangani sendiri, mengapa harus merepotkan tetangga atau orang lain? Interaksi seperti ini terjadi selama 40 tahun atau 20 tahun.
Pada akhirnya, Imam Ahmad jatuh tersungkur dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Terkadang, akhlak, adab, dan budi pekerti yang baik memberikan dampak yang lebih besar kepada jiwa untuk menerima hidayah daripada kata-kata yang dirancang dengan baik hanya untuk diperdebatkan. Jadi, isilah hati dengan kelembutan, jangan ragu untuk meminta maaf, turunkanlah dengan perlahan, saling memahami, dan berbuat baik dalam kebaikan.
Semoga Allah memberikan kebaikan, kemuliaan, dan kasih sayang kepada kita semua. Teruslah mendoakan dan menunjukkan kebaikan, baik kepada suami, keluarga, maupun orang tua kita. Dalam keadaan yang sulit, berusahalah untuk menampilkan yang terbaik.
Mungkin ada saat-saat ketidaksepakatan antara suami dan istri, namun ingatlah bahwa kita bertengkar bukan karena benci, tetapi karena ketaatan dan mencari nilai-nilai kebaikan. Biasanya, ketika orientasi kita adalah ketaatan dan kelembutan hati, kita akan menemukan titik pertemuan. Namun, jika orientasi kita adalah mencari pembenaran, sulit untuk menemukan jalan keluar yang baik.
Maka, saling meminta maaf, telepon suami Anda, minta maaf, turunkan diri dengan perlahan, saling memahami, dan berbuat baik dalam kebaikan. Sampaikanlah kepada suami bahwa Anda ingin memperoleh ridha Allah dan mendapatkan cinta dari ibu dan ayah.
Tampilkanlah kebaikan mulai dari hari ini. Jangan lupa untuk terus mendoakan agar Allah memberikan kebaikan, kemuliaan, dan rasa sayang kepada kita semua. Terima kasih juga kepada akhwat atas pertanyaannya. Semoga Allah memberikan petunjuk dan keberkahan dalam setiap langkah hidup kita.